9/4/16

Tujuh Hal dari South Korea yang Ingin Saya Bawa Pulang ke Indonesia..

Bukan K-Pop atau artis Korea yang saya ingin bawa ke Indonesia, atau barang-barang lucu dari Korea karena Indonesia pun punya banyak hal yang keren dan membanggakan. Namun, ini beberapa hal atau kebiasaan yang saya alami selama saya di sana dan berharap kita bisa mencontoh dan menerapkan di Indonesia:

1.       Kebiasaan mengantre
Saya paling kagum dengan kebiasaan mereka mengantre tanpa disuruh, well, kebanyakan negara maju atau negara barat juga melakukannya. Mau keluar masuk di subway atau bahkan ke WC pun mereka mengantre tanpa berniat menyela atau ngotot minta duluanin, kalau sudah begini kita pasti bakal malu kalau gak antre juga kan.

2.       Selalu menjaga ketenangan saat di dalam subway
Mereka sadar bahwa subway atau kereta adalah milik bersama dan mereka tau bahwa mereka bukan satu-satunya yang ada dalam subway. Selama saya disana, saya kemana-mana naik subway, dan selama dalam subway saya jarang sekali mendengar mereka ribut ngobrol, well, mereka ngobrol tapi dalam suara yang pelan, bahkan saya tidak pernah mendengar suara hp mereka, saya sempat berpikir sepertinya mereka memasang mode silent pada hp mereka, suara hp yang saya dengar paling banter suara keypad orang yang persis duduk di sebelah saya. Kebanyakan mereka menggunakan earphone dan jarang menerima atau menelepon orang selama dalam subway.

3.       Selalu berdiri di sisi sebelah kanan eskalator kalau tidak buru-buru
Setiap naik eskalator, semua orang selalu berdiri di sisi sebelah kanan, bagaimanapun kondisi eskalator, meskipun kita sendiri di eskalator tersebut kita harus tetap berdiri di sisi kanan. Sisi kiri disediakan untuk mereka yang buru-buru dan tidak berdiri diam di eskalator.

4.       Pembayaran dengan kartu yang bisa digunakan di supermarket hingga pasar tradisional
Kata teman saya, kebanyakan orang Korea menggunakan kartu untuk pembayaran dengan sistem debit, katanya untuk mempermudah perhitungan pajak secara online. Jadi, kalau saya bisa simpulkan, semakin sering orang tersebut menggunakan kartu debit untuk berbelanja maka negara akan mengetahui bahwa orang tersebut memiliki banyak pengeluaran sehingga orang tersebut akan mendapatkan tagihan pajak yang semakin kecil, sedangkan orang yang membayar dengan cash, tidak akan terpantau sistem secara online, dan negara akan menganggap bahwa orang tersebut tidak memiliki banyak pengeluaran, sehingga pajak yang dikenakan akan semakin besar. Well, CMIIW. 

5.       Taman yang bersih dan dikelola dengan maksimal
Selama saya disana, saya selalu menyisipkan agenda untuk jalan-jalan atau mampir ke taman publik setiap hari. Tidak heran drama Korea selalu menampilkan adegan jalan-jalan di taman, kencan atau janjian di taman. Iyalah, tamannya cantik gitu dan lengkap, ramah anak-anak, ramah untuk hewan peliharaan, dan sangat instagrammable.


6.       Kebiasaan menyebrang dan bagaimana mereka menghormati pejalan kaki
Maju atau tidaknya suatu bangsa bisa dilihat dari bagaimana mereka memperlakukan pejalan kaki (pedestrian). Disana saya terbiasa jalan kaki, trotoar yang disediakan ramah pejalan kaki, luas, dan sangat bersih. Setiap mau menyebrang, lampu merah benar-benar menjalankan fungsinya, dan kita harus menunggu lampu merah menyala untuk pengendara dan hijau untuk pejalan kaki, lengkap dengan penunjuk waktu. Saya pernah menyebrang di perempatan kecil tanpa ada lampu merah, karena saya tidak terbiasa untuk menoleh ke kiri lebih dahulu jadi saya menunggu jalan benar-benar sepi daripada salah arah hehe, namun yang membuat saya kagum, semua mobil berhenti tanpa saya minta, dan berhentinya benar-benar jauh dari saya berdiri, sekitar tiga meter jauhnya, tidak lupa saya membungkukkan badan di tengah jalan sebagai rasa hormat dan berterima kasih, in Korean style


7.       Nomor antrian elektronik
Berhubung di sana segala sesuatunya adalah self service, maka jarang sekali ada pelayan yang mengantar pesanan ke meja kita, jadinya, setiap kita memesan dan membayar di meja kasir kita akan diberi suatu alat untuk mengambil pesanan kita nanti. Alat ini merupakan nomor antrian, apabila pesanan kita sudah siap, alat ini akan bergetar sendiri dan kita membawa alat ini ke ke kasir dan menukarkannya dengan pesanan kita.

Mungkin ada beberapa hal yang mungkin sudah ada atau dilakukan di Indonesia, yang mungkin saya belum mengalaminya, dan baru saya temukan di South Korea. Sebenarnya bukan tidak mungkin kita menjadi seperti mereka, yah kembali kepada pribadi masing-masing sih.

Pengalaman Pertama (Hampir) Menggunakan Travel Agent




Selama ini, traveling saya rencanakan sendiri; how to get there, mencari tiket, hotel, apa yang akan saya kunjungi, apa yang mesti dicoba, apa yang bisa saya makan, dan lain-lain. Namun, traveling saya ke South Korea kemarin, dikarenakan domisili saya dan alasan pekerjaan, maka saya berpikir untuk mencoba diuruskan oleh travel agent. Terutama alasan VISA, setelah browsing dan membaca beberapa blog orang-orang yang sudah ke South Korea, beberapa mereka menyarankan untuk pengurusan VISA via travel agency. Jadilah saya menelepon beberapa travel agency yang cukup terkenal dan saya memutuskan untuk mengurus VISA menggunakan jasa mereka.


Selain mengecek kelengkapan dokumen untuk pengajuan VISA melalui situs kedutaan South Korea langsung, saya juga menanyakan kelengkapan dokumen versi travel agent, yang ternyata memang agak lebay, alasannya sih untuk jaga-jaga. Tapi karena memang sudah siap akhirnya saya kirimkan juga dokumen untuk pengajuan VISA saya. 

Jadi tiket saya yang sudah siap untuk pulang pergi via KL, dengan tanggal keberangkatan tanggal 29 April. Sedangkan saya menghubungi pihak travel agent tanggal 10 April 2016. Nah akhirnya saya kirimlah dokumen untuk pengajuan VISA saya, begitu diterima pihak travel agent menghubungi saya, dan ternyata...saya lupa menyertakan paspor asli saya, yang lebih mengejutkan lagi, pihak travel mengatakan bahwa VISA saya akan siap sekitar tanggal 2 Mei, dan ditambah waktu pengiriman maka saya akan menerima paspor dan VISA saya sekitar tanggal 4 Mei. Seketika saya panik dan rasanya mau marah, kenapa info seperti ini tidak diberitahukan sejak awal, kalau begini kan saya bisa cari cara lain. 

Saya segera menghubungi teman saya untuk menarik dokumen pengajuan VISA dari travel agent tersebut dan mencoba menghubungi teman saya yang domisili di Jakarta dan pernah mengunjungi South Korea sebelumnya. Akhirnya sedikit ketenangan dari teman saya bahwa pengurusan VISA South Korea tidaklah lama dan ribet. Dan akhirnya saya mengirimkan dokumen pengajuan VISA saya dengan paket kilat yang sehari semalam sampe. Namun ujian tidak hanya disitu, saya yang harap-harap cemas selalu memantau posisi dokumen saya melalui website dan ketika dikatakan bahwa dokumen saya diterima segera saya hubungi teman saya yang mengaku belum menerima dokumen tersebut. Alamak! Usut punya usut ternyata yang menerima dokumen tersebut adalah satpam kompleks perumahan teman saya dan lupa menyampaikan ke teman saya. Oh God! 

Setelah menerima dokumen akhirnya teman saya segera membawa dokumen ke kedubes South Korea tanggal 15 April dan estimasi selesai dalam lima hari kerja, tanggal 21 Mei. Akhirnya, siang hari tanggal 21 Mei, saya menghubungi pihak kedubes dan diinfokan bahwa VISA saya telah approved dan bisa diambil esok harinya. Fiuh.

Tidak perlu saya jelaskan dokumen apa saja yang perlu disiapkan untuk VISA South Korea, silakan cek website kedubesnya langsung. Tapi yang perlu saya sampaikan, prosedurnya tidak ribet, dan bisa diuruskan oleh orang lain, artinya kita yang tidak domisili di Jakarta tidak perlu datang langsung ke kedubes South Korea.

Satu pelajaran lagi, dimana ada kemauan di situ ada jalan, itu bener-bener nyata. Panik sih iya, namun kalau kita berusaha pasti bisa dan bakal nemu jalan. Justru sebenernya disitu kita dites serius sama keinginan kita apa gak? Serius gak jalan-jalannya? Niat gak ngurus ini itu? Banyak kok orang yang bilang mau traveling kesana kesitu tapi toh ya itu sebatas bicara aja, sebatas keinginan, tapi ya ga direalisasikan, ya ujung-ujungnya cuma bisa iri dan meninggalkan komentar berisi nada iri atau mupeng di poto liburan orang lain. *No offense*

5/15/16

안녕하세요, Selamat Datang di South Korea

Mungkin ini bisa dibilang rangkuman perjalanan terbaru saya. Kali ini akhirnya saya mendapatkan cuti tahunan pertama. Finally!

Saya bukan KPop fans dan jujur saya tidak mengikuti perkembangan mengenai negara ini. Alasan saya menjadikan South Korea ini sebagai destinasi saya adalah pertama teman baik saya ada di sini, tinggal dan menetap disini, kedua ada promo tiket murah, dan ketiga ya jalan aja deh yuk.

Penerbangan ditempuh dari Balikpapan ke Kuala Lumpur dan dari situ saya akan lanjut ke Incheon International Airport, South Korea. Karena ini bukan bound flight, jadi mesti pinter-pinter menyesuaikan jadwal. Sehingga saya punya waktu 10 jam untuk menikmati Kuala Lumpur sebelum melanjutkan penerbangan ke South Korea.

Dari Kuala Lumpur ke Incheon ditempuh dalam waktu enam jam. Jadi saya berangkat jam 1 subuh dari KLIA 2 dan mendarat di Incheon International Airport jam 8 pagi waktu Korea, perbedaan waktu satu jam dari waktu Indonesia tengah atau waktu Kuala Lumpur, kayak saya terbang ke Manokwari hehe.

Begitu mendarat di Incheon International Airport, saya harus berjalan melewati beberapa petugas, untuk turun menuju subway yang akan membawa ke bagian imigrasi dan terminal kedatangan. Antriannya luar biasa dan nguler banget alias sangat panjang, karena hanya beberapa counter yang dibuka, beruntung, tidak lama petugas mengarahkan separuh antrian, termasuk saya, ke counter yang baru dibuka. Salut banget, mereka kerjanya cekatan.


Tiba giliran saya, petugas mengecek paspor dan VISA saya kemudian meminta melihat ke arah kamera dan finger print, yang harus saya ulangi dua kali. Tidak ada masalah, dan annyeonghaseyo, Korea.

Saran saya sih kalau mau cepet sebaiknya ga usah mampir-mampir di toilet untuk touch up, kebanyakan kan cewek gitu (termasuk saya) akibat penerbangan yang lama dan takut terlihat kusam,  kecuali kebelet banget. Karena kalau kita nyantai-nyantai dan berlambat-lambat bakal lama juga ngantrinya, ngantri subway dan ngantri imigrasi.

Setelah selesai dengan imigrasi tiba saatnya mengambil bagasi yang tidak memakan waktu yang lama, lima menit pun bagasi sudah bersama saya dan cus ke pintu keluar.

안녕하세요


Gunung Gede-Pangrango

Bangga dong jadi orang Indonesia, karena punya segalanya. Gunung, pantai, pulau, gua, pemandangan bawah laut, dan masih banyak hal lainnya yang tiada duanya dan objek yang gak akan habisnya dikunjungi saking luasnya bumi Indonesia.

Karena pantai udah sering, kali ini saya membahas perjalanan saya mendaki Gunung Gede-Pangrango, yang terletak di Cianjur, gunung ini letaknya bersebelahan, dan di bawahnya terdapat Taman Nasional, sebelum mendaki ada administrasi yang harus diselesaikan, yaitu izin mendaki, dengan menyetor fotokopi KTP dan membayar lima belas ribu. Karena taman nasional, jadi ya ga bisa seenaknya aja, sebelum naik, kita bakal melewati pos dan kelengkapan administrasi kita dicek, oya, dan dilarang untuk pake sendal, mesti pake sepatu khusus sepatu pendaki itu. Sasaran rute pendakian saya yaitu Puncak Gede, kalo sempet, ya sekalian sama Puncak Pangrango-nya, tapi berhubung memanfaatkan libur, jadi rencana utamanya cuma Puncak Gede yaitu 2.958 m dpl, karena kalau digabung Puncak Pangrango bakal perlu tambahan satu hingga dua hari.

Pendakian dimuali pukul 7 pagi, setelah sarapan, ke pos terlebih dahulu, dan dimulailah pendakian ke Puncak Gede. Dokumentasi saya selama perjalanan ke puncak dengan kamera saya tidak terlalu banyak, karena belajar dari pengalaman sebelumnya, pemandangan di puncak lebih terkesan, Selain itu, ya hemat-hemat energilah, karena udah berat, medan yang semakin menanjak, dan semakin berat membuat saya mesti fokus selama pendakian. Kalau gak, bakal cepet haus, napas semakin cepat, karena, oksigen semakin terbatas yang tidak berimbang dengan aktivitas dan detak jantung.

Kira-kira setelah kurang lebih 7 jam pendakian, atau sekitar jam tiga sore, tibalah di padang bunga edelweiss yang disebut sama para pendaki Surya Kencana, dari sini puncak masih sekitar 2-3 jam lagi, dan puas-puasin deh ambil air karena disini ada mata air, jadi saatnya mengisi perbekalan untuk di puncak nanti.

Setelah beres, pendakian dilanjutkan ke puncak yang ternyata medannya gak ramah. Berbatu-batu dan sangat curam, jadilah saya ngesot maupun merayap, segala usaha dan gaya yang memungkinkan dilakukan. Setelah kurang lebih satu jam akhirnya sampailah di puncak Gunung Gede 2.958 mdpl.

Dari sini kita bisa lihat puncak Gunung Pangrango yang ada di seberang. Bukti betapa kayanya bumi Indonesia.






5/13/13

Lintas Provinsi: Kalimantan Timur ke Kalimantan Selatan



Perjalanan saya kali ini yaitu lintas provinsi dari kota Balikpapan (Kalimantan Timur) ke Batulicin (Kalimantan Selatan), melalui semua jalur yaitu air, darat, dan udara. 

Diawali dengan naik mobil kurang lebih dua jam ke pelabuhan ferry untuk menyebrang dari Balikpapan ke Penajam,  tanpa rasa khawatir dan bisa tidur dengan pulas, hehe, karena jalannya yang terbilang masih mulus.  Setelah sampe di pelabuhan ferry di Karang Joang, saya turun dan menikmati naik ferry pertama kali dari Balikpapan ke Penajam, yah saya jadinya agak udik gimana itu, saya jadi ingat terakhir naik kapal besar waktu saya masih SD gitu, maklum dulu pesawat mahal, setelah tiket pesawat lebih affordable jadinya udah gak pernah lagi naik kapal laut, selain itu sebelumnya saya pernah kok naik ferry dari  Gilimanuk (Bali) ke Ketapang (Banyuwangi) waktu saya traveling ke Bali mau ke Malang, tapi saat itu malam, jadinya ya saya memutuskan untuk tidur di bis daripada turun juga ga lihat apa-apa. Sehingga, aslilah saya diliatin sama orang-orang di ferry, karena saya sibuk bolak-balik dan jepret sana-sini hehe. Dan karena saya lapar, alhasil saya membeli mie ayam yang standar seharga 15.000 dan minuman botol yang harganya 10.000, lucunya, harga minuman di kapal ini dipukul rata, mau beli teh kotak 10.000, mau beli teh rasa buah yang di botol 10.000, atau air mineral biasa juga 10.000, ebuset dah, haha.

Begitu sampai di pelabuhan Penajam, perjalanan yang sesungguhnya pun dimulai melewati hutan-hutan, dan kota-kota kecil yang namanya saya tidak sanggup hapal, hehe. Pertama yang dilewati Penajam, kota ini merupakan kota yang masih dalam tahap pertumbuhan, dan banyak sekali pohon-pohon sawit di sisi kiri dan kanan jalan setelah itu melewati kota-kota yang lebih kecil dan saya pun mengantuk karena pemandangan yang hanya hutan, hutan, dan hutan. Total perjalanan kira-kira kurang lebih 10 jam, tergantung keahlian supir. Tapi yang sangat disayangkan, waktu hampir sampai ke Batulicin, di tengah gelapnya malam, saya terpukau dengan batu-batu yang mencuat ke atas (daerah Batupangkat, cmiiw) yang banyak banget gunung batu, persis kayak di Thailand, tapi yang ini lebih banyak dan tersebar gitu, sayang malam hari jadi saya gak bisa foto.

Nah, di Batulicin saya ngapain aja? hehe, di sini semuanya sangat berlogat Banjar (yaiyalah) saya jalan-jalan muterin kota yang kecil ini dan mencoba makanannya. Kota ini merupakan penghasil batubara bahkan orang kaya disana yang punya tambang batubara punya pesawat dan airport pribadi. Kota ini juga punya pantai misalnya Pantai Pagatan, dan pantai-pantai kecil lainnya, well, muterin kota ini ga butuh waktu berjam-jam, karena masih dalam proses pembangunan, jadi banyak bangunan megah yang berada di tengah-tengah hutan, oiya denger-denger sih, bupati Tanahbumbu ini adalah bupati termuda di Indonesia.


Untuk masalah makanan, hmm..pasti pada tau soto banjarkan? Nah, kali ini saya ke pasarnya langsung, untuk tahu apa yang biasa jadi sarapan? Ternyata nasi kuning, sounds familiar, but, well harus dirasain dulu, yang ternyata serba manis! Jangan pikir kalau telur yang seperti bumbu bali ini rasanya pedas, ternyata manis loh, begitu juga wada-wadai (bahasa Banjar, artinya kue) yang disajikan untuk sarapan juga manis, dan biasanya kalau sarapan di warung disajikan dengan teh panas sama seperti jika makan di sebagian besar warung  di Bandung, bedanya kalau di Bandung biasanya yang disajikan teh tawar, nah kalo di sini, tehnya manis banget dan harum banget. 

Kebanyakan orang disini kalau sarapan, cukup satu jenis lauk, atau yang penting ada iwaknya (bahasa Banjar, artinya ikan atau lauk) bisa pilih telur, daging, ayam, atau ikan, nah kalau saya, paling ga bisa kalau lauknya dikit, jadi penjualnya agak heran dengan pesanan saya yaitu, nasi kuning dengan lauk daging, telur, dan ditambah sayap ayam. Hehehe.

Namanya juga traveler, makanan ya cuma ada dua, enak atau enak banget iya kan? 





Nah, bagaimana untuk perjalanan pulang? Untuk kembali ke Balikpapan, saya naik pesawat perusahaan bermodal nama abang hehe, karena airportnya ada di Kotabaru, jadi saya kudu nyebrang dengan speed boat selama kurang lebih satu jam, setelah itu tanpa tiket atau boarding pass apapun bermodalkan nama abang saya, saya mendaftarkan diri dan ya! saya segera disuruh menimbang berat badan saya dan menimbang bagasi, semudah itu? iya! saya juga bingung, karena itu pesawat perusahaan jadi ya prosedurnya gitu, gak kayak penerbangan komersil lainnya, berhubung pesawatnya kecil, kursinya juga cuma 20 dan bebas duduk dimana pun! Yang bikin saya kagum, saya bisa liat ruang pilot dan kopilot-nya hehe, selain itu juga, lengkap loh, ada koran, ear-buds yang disediain karena safety first, juga permen, kue-kue yang enak dan mengenyangkan, meskipun sandaran kursinya cuma separuh punggung jadi agak susah kalau mau tidur.

But, over all, it was another fun trip!


2/13/13

Hanya di Jogjakarta


Kali kedua ke Jogjakarta, dalam rangka hadiah untuk diri sendiri, hehe yang sudah melewati setumpuk ujian pasca sarjana, dan juga untuk mengunjungi sahabat dekat dan teman-teman saya semasa kecil. Maklum, waktu saya kecil anggota geng saya banyak, yang sampe sekarang tetep saling berkirim kabar. 

Saya berangkat dari Bandung dengan kereta api Lodaya Malam, kelas bisnis yang harganya 153 ribu (harga Desember 2012)  kereta apinya on time yaitu berangkat pukul 20.15, saya yang memang sejak jam setengah tujuh sudah berada di stasiun sempat muter-muter dan salah jalur, setelah tiga kali bertanya dengan satpam yang berbeda dan saya masih salah menunggu akhirnya saya bertanya sama pramugari kereta api (ada gitu?) yang berdiri anggun dekat papan nama keretanya untuk meyakinkan, kalau kereta yang saya tumpangi akan lewat jalur ini, wah hebat ya, sekarang ga cuma pesawat yang ada pramugarinya. Beberapa menit kemudian keretanya dateng, dan saya pun  segera duduk manis sesuai nomor kursi.

Menurut saya sih, keretanya sih ga laju-laju amat, kalaupun laju juga paling lama sekitar tiga puluh menit,  gak kayak waktu saya naik kereta Kuala Lumpur-Hatyai yang asli kerasa banget kalau naik kereta, pemberhentiannya juga ga banyak, nah, yang ini berhentinya banyak banget, dan kerasa lama. 

Akhirnya setelah tidur ayam, merem-melek ga jelas akibat pesen kopi anget karena saya gak ada kerjaan , sampelah jam empat subuh lewat dikit di stasiun Tugu, Jogjakarta. Dan dijemput sahabat saya yang rela memantau saya sejak saya naik kereta, hingga sampai, dan kami pun menembus udara dingin Jogjakarta di subuh hari, dan mampir ke restoran fastfood karena keburu kelaperan.

Menurut saya, hal yang saya rindukan dari kota ini adalah suasananya, meskipun kalau mau jalan-jalan tergolong ribet, karena gak ada angkot, yang ada sih trans Jogja yang melewati jalan-jalan besar, atau bis-bis RAS yang ukurannya mini, becak, atau taksi untuk yang punya uang berlebih. 

Saran saya sih, kalau gak punya temen di Jogja ya lebih baik sewa motor yang kira-kira tarifnya enam puluh ribu per hari yang banyak disediain di hostel-hostel. Oh iya, kalau jalan-jalan ke Jogja nih, misalnya, nanya suatu tempat, jangan heran kalau dijawab, kalau tempat itu di utara (ngalor), selatan (kidul), barat (ngulon), atau timur (wetan), dengan patokan utara itu ya gunung merapi.  Selain itu, makanannya, maklum saya suka banget sama gudeg dan oseng-oseng mercon yang banyak di sekitar jalan KH. Ahmad Dahlan, jadilah disana makan dan nyoba ini itu, selain itu cemilan yang saya suka seperti brem solo, madumongso, kacang pedas, bakpia, dan lain-lain. Belum lagi tempat nongkrong anak-anak Jogja yang oke punya, makanannya enak-enak dan tergolong murah, juga variatif.



Bener-bener deh, Jogja trully Indonesia dengan ciri khasnya, kalau di Bandung biasa nemuin orang ngamen sambil main biola, kalau di Jogja orang ngamen dengan nari, greget banget! Narinya di zebracross hehe tapi ya pas lampu merah, mereka kan menari bukan sirkus.

Yah, kalau untuk first-timers, wajib lah ya mengunjungi beberapa candi kebanggaan Indonesia, Borobudur dan Prambanan, kalau Prambanan sih deket dari pusat kota Jogja, arah jalan ke Solo, nah kalau Borobudur, candi ini berada di Muntilan, Magelang, alias sudah masuk provinsi Jawa Tengah, belum lagi waktu saya kesana naik motor, dan asli pegel banget, dan dari jalan poros, masuk ke kompleks candinya masih jauh lagi, tapi worth it-lah. Katanya sih kalau mau spektakuler, kunjungi candi Borobudur bisa pas sunset atau sunrise, supaya dapet momen dan cahaya matahari yang keren.


Seminggu di sana sih rasanya kurang, belum puas ngunjungin ini itu, belum puas kelayapan, belum puas nyobain makan ini itu, belum puas nongkrong sama temen-temen, tapi apa daya mesti balik ke Bandung untuk segera ngurusin persiapan lulusan.

Balik ke Bandung saya menggunakan bis malem, dengan harga 110 ribu (Harga Desember 2012) yang asli udah kayak pesawat gitu, ada bantalan, selimut, kursi empuk, nyaman bangetlah pokoknya. Tapi ya dengan konskuensi pergi jam 5 sore dan nyampe Bandungnya setengah enam pagi, alias 12 jam lama perjalanan. Yah pilihannya kan gitu, more money you got the time, less money you gave the time.

1/3/13

Kesan Pesan, Suka Duka, dan lain-lain

Sebentar lagi saya akan menyelesaikan gelar lanjutan saya di kota ini, antara sedih dan bahagia sih. sedih karena ya mesti pindah ke tempat lain dan mulai dari nol lagi alias adaptasi lagi, bahagia karena berarti selesai satu kewajiban. 

Saya jadi mengenang perjalanan-perjalanan yang pernah saya lakukan selama beberapa tahun terakhir ini yang masing-masing punya cerita.

Di kota ini saya jadi bertemu orang-orang baru, di kampus, di tempat kursus bahasa, dan temannya teman yang akhirnya jadi rekan seperjalanan waktu mendaki beberapa gunung.

Saya jadi bersyukur, keluarga saya terutama orang tua saya mengajari saya untuk cepat beradaptasi sama linkungan baru, maklum orang tua saya bekerja di perusahaan yang wilayah operasinya tersebar di banyak tempat, jadi saya tau rasanya pindah dari tempat yang nyaman ke tempat yang semuanya serba asing. Yang rasanya jadi anak desa sendiri di tengah anak-anak kece kota (haha), tapi saya beruntung dengan begitu saya diajak kenalan beberapa anak yang mungkin awalnya kasihan sama saya yang menemukan saya terdiam membisu dan hingga kini mereka jadi sahabat-sahabat saya.

Semua yang saya raih, tempat yang saya kunjungi, awalnya berawal dari rasa iri (hehe) ngeliat orang-orang yang mengunjungi tempat-tempat yang indah, tempat-tempat yang belum perah saya liat sebelumnya, jadi berkembang ke mimpi, mimpi berkembang ke target, target berkembang jadi mikir gimana ke sananya.


Yang paling bikin saya berkesan sama diri saya sendiri (narsis) gara-gara mau liat pantainya Thailand saya sampe nekat kerja part-timer jadi pelayan di restoran franchise terkenal, yang pernah saya bahas dipostingan blog sebelumnya, saya bekerja selama 8 jam, dan itupun gak langsung pulang, tapi mesti beberes beberapa hal sebelum pulang seperti refill botol saus dan sambel jadi kira-kira jam kerja bisa 9 jam, saya inget banget pegelnya saya pegang buku menu menyambut customer, mengepel lantai, membawa piring dan gelas di tray yang masih bikin saya gemeteran, melipat tisu, dengerin customer yang cerewet, ngadepin customer yang jutek dan suka underestimate terhadap pekerja-pekerja kayak saya saat itu, dan tidak berhenti melihat jam (haha), saya juga suka heran, karena saat itu saya juga sambil melakukan penelitian untuk skripsi saya, saya biasa berangkat kerja sekitar jam 10 pagi dan jarak rumah dan tempat kerja saya yang satu jam dan saya sampe rumah jam 10 malem, ngeri ya? belum lagi ditambah papasan sama orang mabuk atau bencong-bencong di pinggir jalan, pulang biasanya saya ga langsung tidur, tapi buka laptop dulu untuk ngerjain revisian atau baca teori mengenai penelitian saya, belum lagi tambahan mesti periksa pekerjaan-pekerjaan junior saya karena saya juga saat itu jadi asisten beberapa laboratoriu.

Masing-masing perjalanan punya ceritanya sendiri misalnya waktu di Bali tahun 2009, misalnya saya inget saya sama temen-temen saya malem-malem keluyuran ga jelas di sunset road, niatnya mau nongkrong tapi ga jadi karena pada kelaperan, atau niat banget main ke waterboom dan kita ternyata dateng kepagian, daripada mati gaya, akhirnya kita sok-sok-an berjemur di Pantai Kuta yang ga terlalu jauh dari situ. Belum lagi waktu iseng-iseng nggimbalin rambut, dan akhirnya beberapa gimbal saya ga bisa dilepas dan saya mesti gunting beberapa cm rambut saya, asli jadi gimbal itu berat dan gatal!

Waktu di Thailand, kawasana Phatong Beach, mau shalat rasanya susah banget. Kalau di Indonesia kan kita kebiasaan denger adzan, disana asli ga ada, karena bukan kawasan muslim. Biasanya kalo di kampung orang, saya dengan gampang jadi morning person, jangan harap disana kayak disini di mana pagi-pagi pada sibuk dan jualan sarapan, melainkan muntah orang mabuk dimana-mana, toko-toko yang masih pada tutup, mbak-mbak yang keluar dari hotel dengan baju tidak rapi dan muka lelah (you know-lah maksud saya). Saya inget banget pagi hari itu, saya keluar dari hotel jam 7 jalan ke arah pantai mencoba memotret beberapa objek, dan yanng lihat hanyalah beberapa pasangan bule yang berolah raga di pantai, dan keluarga yang punya anak-anak kecil bikin istana pasir! Hampir ga ada anak-anak mudanya mungkin karena masih hang over akibat malem sebelumnya.

Selain itu, pengalaman saya mendaki gunung misalnya gunung Papandayan, yang penuh dengan sumber gas sulfur dimana-mana dan baunya yang sangat menyengat, dan bikin pusing belum lagi asap yang ditimbulkannya dan bikin ga bisa liat ke depan dengan jelas ditambah lagi kanan-kiri jurang dan jalan setapak yang kecil, dan ditambah tekanan darah saya yang suka drop kalau bener-bener capek dan oksigen kurang, akhirnya saya duduk di setiap batu yang saya temui, saya inget banget temen-temen pendaki lain yang sabar nemenin saya dan selalu menunggu saya bener-bener kuat untuk lanjut lagi. Waktu mendaki gunung Gede juga, saya inget waktu sudah di puncak yang bener-bener ga ada airnya, jadi mesti bawa air dari sumber mata air yang di surya kencana yaitu lembah edelweiss di bawah dan kira-kira1-2 jam dengan jalan biasa dari puncak, saya jadi minum banyak-banyak dan malem harinya saat semua orang sudah tidur dan api unggun pun dimatikan saya kebelet banget pipis. Tidak pernah saya kebelet seperi itu sebelumnya seumur hidup saya, dan parahnya saya tidur di ujung dalam tenda, dan saya lupa meletakkan senter dimana. Nyoba bangunin temen ternyata ga ada yang mempan, akhirnya saya nyerah dengan menutup mata saya dan berharap pagi segera datang, dan itu ternyata masih jam 1. Akhirnya saya hanya menutup mata tanpa tertidur, menahan pipis, dan mendengar ngorok anak-anak lain dari tenda sebelah (haha) saat subuh pun tiba dan saya dengar alarm teman, saya meloncat dan keluar tenda masuk ke semak daaaan...pipis sambil melihat sunset dari Gunung Gede dengan leganya. Bener-bener gak akan saya lupakan!

Waktu di Kuala Lumpur menuju Batucaves saya sama temen saya juga pernah salah naik kereta api dan baru sadar saat melihat peta yang di pasang di kereta asli bikin panik karena gak mau rugi dong, akhirnya kita turun di stasiun berikutnya dan berbalik arah dari situ kita jadi ketemu beberapa bule yang juga nyasar dan akhirnya jadi kenalan dan ke Batucaves sama-sama. Juga waktu saya mau balik ke Indonesia, karena pesawat saya sangat  pagi sebelum kereta terpagi jalan (maklum promo!) jadilah saya ngerasain yang namanya tidur di bandara, di kursi bandara yang asli bikin pegel, mau masuk ke salah satu restoran fast food yang buka 24 jam tapi udah pada penuh dengan orang-orang yang datang sebelumnya, dan jadilah saya bergabung dengan kelompok TKI yang akan pulang juga pagi itu, dan saya ga bisa tidur karena...ribut! jadilah tidur-tidur ayam dan yang bikin kesel, pengumuman check-in open pesawat saya tidak ditampilkan, ternyata saya hampir jadi orang terakhir yang check in, dan ternyata waktu pengurusan paspor untuk kembali pun ngantri, jadilah saya deg-degan mampus saat 15 menit sebelum berangkat, backpack saya pun bermasalah dan disuruh bongkar karena tidak lolos akibat security alarm, ternyata oh ternyata karena kalung logam yang ada di tas saya yang terselip di tumpukan-tumpukan baju grrr...dan jadilah saya sprint mengeluarkan bakat saya waktu SMA sepanjang LCCT, dengan backpack hampir 15 kg, dengan sendal batu-batu cantik yang tipis (hehe), dan teriak-teriak nama pesawat saya dan tujuan saya, untung petugas disana memberi tanda kalau masih ada satu penumpang yang lari-lari bego kayak saya ini, begitu sampe saya dipelototin satu pesawat! Mantap banget!

 Nah, masih banyak sih cerita-cerita lain yang akan saya tulis dipostingan selanjutnya. Ok?